Wednesday, December 12, 2012

Cara Mengatur Waktu Antara Keluarga & Kerja Saat Mulai Wirausaha


Cara Mengatur Waktu Antara Keluarga & Kerja Saat Mulai Wirausaha



Dengan wirausaha, mungkin Anda tidak harus direpotkan dengan rutinitas di pagi hari dan menghadapi kemacetan saat pergi ke kantor. Namun konsekuensinya, Anda harus bekerja selama tujuh hari dalam seminggu, atau bahkan bekerja dua kali lipat saat hari libur.

Bukan hanya itu, Anda juga dituntut harus mampu membagi waktu antara bekerja di kantor dan waktu bermain bersama keluarga. Bagaimana mengaturnya?

Seperti yang dikutip She Knows, penulis Stephane Taylor Chirtensen memberi tahu tips bagaimana caranya menjaga keseimbangan antara pekerjaan dengan keluarga saat harus bekerja di hari libur.

1. Membuat Jadwal Kerja
Tugas paling sulit menjadi wirausaha adalah membagi waktu bersama keluarga dan pekerjaan. Buatlah jadwal kapan Anda harus bekerja dan bermain bersama keluarga. Pastikan keluarga Anda mengetahui kapan Anda mulai berada di ‘kantor’ dan melakukan beberapa pekerjaan dalam beberapa waktu tertentu.

Mintalah pasangan Anda mengatur rumah dan menjaga anak-anak saat Anda bekerja, dan carilah sebuah tempat yang nyaman agar pekerjaan Anda berjalan dengan baik. Jika Anda tidak dapat berkonsentrasi melakukan beberapa tersebut hal di rumah, pergilah ke perpustakaan atau coffee shop.

2. Berhenti Menjadi Super Mom
Menjadi seorang istri dan ibu adalah hal yang tidak mudah. Ada banyak kewajiban yang harus dipenuhi, seperti belanja harian, memasak, mencuci, mengurus anak, sampai bersih-bersih rumah. Tapi, ingatlah bahwa Anda adalah juga seorang wirausaha yang memiliki tanggung jawab atas pekerjaan.

Agar Anda tidak kelimpungan, cobalah membagi tugas rumah dengan anggota keluarga lainnya. Buatlah daftar sederhana kapan harus belanja, mencuci pakaian, dan merapihkan rumah. Buatlah sebuah sistem yang terorganisir.

Dengan begitu, Anda tidak akan dipusingkan dengan tanggung jawab pekerjaan ‘kantor’ dan rumah. Selain itu, membagi tugas rumah juga dapat membuat anggota kelurga lainnya saling membantu dan merasa bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan.

3. Jadwal Bersama Keluarga
Menghabiskan waktu dalam seminggu untuk bekerja adalah pekerjaan yang menguras energi dan waktu, meski Anda cukup nyaman dan menyukai pekerjaan tersebut, tapi berusahalah untuk memiliki waktu yang berkualitas bersama keluarga. Dalam satu waktu, ada kalanya Anda mengenyampingkan pekerjaan dan fokus untuk keluarga. Pergi berlibur dan bermain bersama anak-anak di akhir pekan, misalnya.

Sunday, December 18, 2011

Merubah foto menjadi dot pattern berwarna

Dalam tutorial Photoshop kali ini, kita akan mempelajari cara merubah sebuah foto menjadi sebuah pattern dari kumpulan dot (bintik) berwarna menggunakan salah satu dari filter yang dimiliki oleh Photoshop, layer mask dan pattern sederhana yang berulang-ulang.

Kita mulai dengan contoh foto di bawah ini:




Langkah 1: Mulailah dengan Menduplikasi Background Layer 

Klik pada Background layer lalu tahan mouse Anda, tarik layer ke bawah menuju ikon New Layer di bagian dasar Layers panel (ikon ini terletak tepat di sebelah kiri dari Tong Sampah):



Lepaskan mouse Anda ketika kursor bergambar tangan muncul di ikon New Layer. Sebuah duplikasi dari Background layer akan muncul di atas foto awal:

Langkah 2: Tambahkan Sebuah Blank Layer di antara Layer yang Sudah Ada

Tahan Ctrl (Win) / Command (Mac) dan klik ikon New Layer yang terletak di bagian dasar Layers panel (ikon yang sama yang kita gunakan pada Langkah sebelumnya):

Sehingga akan menjadi seperti gambar di bawah ini:

Langkah 3: Isi Layer Baru tersebut dengan Warna Hitam

Isi layer baru tersebut dengan warna hitam yang nantinya akan menjadi warna latar dari efek foto ini. Klik Edit menu lalu pilih Fill:


Lalu tekan OK.

Langkah 4: Pilih Background Copy Layer


Langkah 5: Pilih Mosaic Filter

Cari menu Filter, pilih Pixelate lalu pilih Mosaic.
Filter Mosaic mengubah sebuah gambar menjadi deretan bujur sangkar berwarna. Ukuran besar kecilnya bujur sangkar ditentukan oleh angka yang terdapat di dalam Cell Size. Semakin besar angkanya maka semakin besar ukuran bujur sangkar. Begitu juga sebaliknya.
Mungkin akan diperlukan beberapa kali percobaan hingga ditemukan ukuran pixelate bujur sangkar yang pas.
Kali ini kita akan memilih angka 8. Pastikan bahwa Anda mengingat ukuran Cell Size yang diapaki karena nanti kita masih membutuhkan besaran angka yang sama.


Catatan: ingat besaran angka dalam Cell Size karena besaran angka tersebut akan kita gunakan lagi nanti.

Dan hasil fotonya akan terlihat seperti ini:



Langkah 6: Buat Dokumen Baru

Tinggalkan sejenak foto yang sudah diberi efek mozaik. Untuk sementara kita beralih membuat dokumen baru.

Wednesday, October 12, 2011

Right dan Waran

Produk Derivatif merupakan sebuah efek yang diturunkan dari instrumen efek utamanya. Di Bursa Efek Indonesia, efek utama (underlying) yang paling populer diderivatifkan adalah saham, dengan produk turunannya adalah right dan waran. Meski kedua produk itu bersifat hak, namun karakteristik kedua produk derivatif itu berbeda satu sama lainnya.




Right

Right adalah hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD). Biasanya munculnya instrumen derivatif (right) ini dilakukan ketika emiten melakukan penawaran saham kedua (second issue). Di Pasar Modal Indonesia second issue ini biasa disebut dengan right issue yang secara sederhana bisa kita terjemahkan mengeluarkan saham dengan hak membeli kepada pemegang saham lama. Artinya dalam right issue tersebut pemegang saham lama diberi prioritas terlebih dulu untuk memiliki saham yang akan dikeluarkan itu. Sifatnya berupa hak. Jadi pemegang saham lama boleh melakukan pembelian tapi boleh juga melepas haknya itu. Karena sifatnya yang demikian itu maka right yang merupakan hak untuk membeli saham yang dikeluarkan itu bisa diperjualbelikan di lantai bursa.

Periode perdagangan right tersebut tidak selamanya, melainkan hanya sementara saja. Biasanya antara 5 hingga 10 hari Bursa saja. Dengan sifatnya yang berupa hak ada beberapa keistimewaan dan keuntungan yang bisa diperoleh investor dengan right ini. Investor yang menjadi pemegang saham lama memiliki hak istimewa untuk membeli saham baru pada harga yang telah ditetapkan dengan menukarkan Right yang dimilikinya. Dengan hak istimewa itu memungkinkan investor tersebut untuk memperoleh keuntungan dengan membeli saham baru dengan harga yang lebih murah.

Contoh: emiten ABC melakukan right issue dengan harga Rp1.500 per lembar. Right dari saham itu dijual pada harga Rp200. Itu artinya bagi pemegang saham lama untuk dapat membeli saham baru emiten senilai Rp1.500, dia harus menebus right (yang menjadi hak untuk membeli saham) senilai Rp200 per saham. Dengan demikian modal yang dikeluarkan investor untuk membeli saham baru emiten itu adalah Rp1.700 per saham. Kalau pada saat pelaksanaan harga saham di pasar naik menjadi Rp2.000 per saham, berarti pemegang saham sudah menikmati keuntungan sebesar Rp300 per saham.

Karakteristik


Di samping memiliki keuntungan, right juga memiliki risiko. Salah satu contoh risiko yang sering terjadi adalah apabila harga saham pada periode pelaksanaan atau yang biasa disebut dengan exercise date lebih rendah. Dalam kondisi ini dengan sendirinya investor tidak akan mengkonversikan right tersebut, sementara itu investor akan mengalami kerugian atas harga beli Right. Contoh: Seorang investor membeli Right di Pasar Sekunder pada harga Rp200 dengan harga pelaksanaan Rp1.500. Kemudian pada periode pelaksanaan, harga saham turun menjadi Rp1.200 per saham. Investor tersebut tentunya tidak akan menukarkan right yang dimilikinya, karena jika dia melakukannya, maka dia harus membayar Rp1.700 (Rp1.500 harga pelaksanaan + Rp200 harga right). Sebagai konsekuensi tidak dilakukannya penukaran saham tersebut akan terjadi dilusi pada kepemilikan saham investor. Dilusi atau berkurangnya kepemilikan saham investor itu akan terjadi secara proporsional. Misalnya emiten yang melakukan right issue itu sebelumnya memiliki saham sebanyak 200 juta. Ketika emiten itu mengeluarkan right issue dengan perbandingan (rasio) 1:1 artinya setelah right issue saham emiten itu akan bertambah jumlahnya menjadi 400 juta lembar saham. Dengan kata lain tiap satu pemegang saham lama akan diberi hak untuk membeli 1 saham baru. Kalau kemudian right tidak ditebus oleh pemegang saham lama (yang mendapatkan hak untuk membeli terlebih dulu), dengan sendirinya jumlah kepemilikan sahamnya akan terpangkas (dilusi) sebesar 50 persen. Artinya jika sebelum right issue seorang investor memiliki 1 juta saham, maka setelah right issue jumlah sahamnya tinggal 500 ribu lembar saja.

Waran

Waran adalah hak untuk membeli sebuah saham pada harga yang telah ditetapkan pada waktu yang telah ditetapkan pula. Waran biasanya melekat sebagai daya tarik (swetener) pada penawaran umum saham perdana (IPO) ataupun obligasi. Biasanya harga pelaksanaan lebih rendah dari pada harga pasar saham. Setelah saham ataupun obligasi tersebut tercatat di bursa, waran dapat diperdagangkan secara terpisah. Periode perdagangan waran sekitar 3 - 5 tahun. Waran merupakan suatu pilihan (option), di mana pemilik waran mepunyai pilihan untuk menukarkan atau tidak warannya pada saat jatuh tempo. Pemilik waran dapat menukarkan waran yang dimilikinya 6 bulan setelah waran tersebut diterbitkan oleh emiten. Harga waran itu sendiri berfluktuasi selama periode perdagangan di pasar sekunder.

Karakteristik

Yang menjadi keistimewaan waran ini antara lain, bahwa pemilik waran memiliki hak untuk membeli saham baru perusahaan dengan harga yang lebih rendah dari harga saham tersebut di Pasar Sekunder dengan cara menukarkan waran yang dimilikinya ketika harga saham perusahaan tersebut melebihi harga pelaksanaan. Misalnya seorang investor membeli waran pada harga Rp200 per lembar dengan harga pelaksanaan Rp1.500. Kalau pada saat tanggal pelaksanaan (penukaran waran menjadi saham), harga saham perusahaan meningkat menjadi Rp1.800 per saham, maka investor dapat dikatakan hanya membeli saham perusahaan tersebut dengan harga hanya Rp1.700 (Rp1.500 + Rp200). Jelas hal itu sangat menguntungkan membeli saham secara langsung di pasar sekunder yang harganya Rp1.800 per saham.

Karena sifatnya yang bisa diperdagangkan itu waran ini juga memberikan keuntungan berupa capital gain. Karakteristik yang demikian itu sekaligus juga menjadi faktor yang merugikan bagi investor apabila harga waran jatuh dari harga belinya. Begitu pula apabila harga saham pada periode pelaksanaan jatuh dan menjadi lebih rendah dari harga pelaksanaan, maka investor akan mengalami kerugian atas harga beli Waran. Misalnya investor membeli waran seharga Rp200 dengan harga pelaksanaan Rp1.500. Kemudian pada periode pelaksanaan, harga saham turun menjadi Rp1.200 per saham. Investor tersebut tentunya tidak akan menukarkan Waran yang dimilikinya, karena jika ia melakukannya, maka ia harus membayar Rp1.700 (Rp1.500 harga pelaksanaan + Rp200 harga waran). Oleh karena itu investor akan mengalami kerugian sebesar harga pembelian waran Rp200. (tim bei)(//mbs)



Sumber

Wednesday, May 4, 2011

Kolase Foto Polaroid

Pada tutorial Adobe Photoshop kali ini kita akan mempelajari cara membuat sebuah foto menjadi sebuah kolase yang terdiri dari beberapa frame polaroid, di mana pada setiap polaroid mengandung sebagian kecil dari keseluruhan foto. Caranya sangat mudah karena hanya mengulang beberapa perintah saja.
Kita mulai dengan foto di bawah ini sebagai contoh:

Langkah 1: Duplikasi Background Layer

Hal pertama yang perlu kita lakukan adalah menduplikasi Background layer.
Caranya adalah dengan menekan shortcut keyboard Ctrl+J (Windows) / Command+J (Mac). Photoshop akan membuat copy dari Background layer, beri nama dengan "Layer 1":

Langkah 2: Tambahkan Sebuah Layer Kosong Diantara Kedua Layer

Selanjutnya kita perlu menambahkan sebuah layer kosong diantara Background layer dan copynya yang baru saja kita buat.  Tekan dan tahan tombol Ctrl (Windows) / Command (Mac)  lalu klik pada New Layer ikon di bagian bawah Layers palette:


Langkah 3: Beri Warna Hitam Pada New Layer

Reset Foreground dan Background color dengan menekan huruf D pada keyboard. Ini akan mengeset warna hitam sebagai Foreground color dan warna putih sebagai Background color.


Langkah 4: Tambahkan Sebuah Layer Kosong

Dengan Layer 2 yang masih dipilih, klik sekali lagi pada ikon New Layer yang terdapat pada bagian dasar Layers palette:

Sehingga akan ada layer kosong baru diantara layer yang diisi dengan warna hitam dan copy dari foto asli di atasnya:

Langkah 5: Buat Selection Bujur Sangkar Pada Bagian Dalam dari Polaroid Pertama Anda

Klik Rectangular Marquee Tool yang terdapat pada Tools palette atau dengan menekan huruf M pada keyboard:

Lalu dengan Rectangular Marquee Tool yang telah diklik, buat selection pada foto Anda yang akan menjadi bagian dalam dari polaroid pertama. Di sini saya akan mencontohkan untuk membuat selection di sebagian area mata dan rambut. Sebenarnya terserah pada Anda di bagian mana Anda akan memulai membuat selection karena Anda dapat dengan mudah meindahkannya kemana saja Anda suka nanti:

Langkah 6: Isi Selection tersebut dengan Warna Hitam

Pada dasarnya, apapun warna yang akan Anda gunakan pada langkah 6 ini tidak menjadi persoalan namun supaya mudah dan warna hitam saat ini menjadi Foreground color jadi kita gunakan saja warna hitam. Pastikan Anda telah mengklik "Layer 3" pada Layers palette lalu gunakan keyboard shortcut Alt+Backspace (Windows) / Option+Delete (Mac) untuk mengisi selection yang telah kita buat dengan Foreground color yaitu warna hitam. Anda pasti tidak akan melihat perubahan apa-apa, hal itu dikarenakan "Layer 1" yang berada di bagian teratas masih menutupi segalanya dari pandangan. Namun apabila kita melihat kepada thumbnail untuk "Layer 3" di dalam Layers palette, kita dapat melihat bahwa area yang telah dilakukan selection sudah terisi dengan warna hitam:

Langkah 7: Buat Clipping Mask dari Selection yang Telah Dipilih

Selanjutnya kita akan membuat sesuatu yang disebut dengan clipping mask untuk layer yang berada di atasnya. Maksudnya adalah, "Layer 1" yang merupakan copy dari foto asli akan dipotong (clipped) oleh selection yang telah diisi dengan warna hitam itu yang berada di bawah "Layer 1". Dengan kata lain, hanya bagian dari foto pada "Layer 1" yang akan tetap terlihat yaitu bagian langsung yang berada di atas bagian yang berwarna hitam. Sedangkan sisanya tidak akan tampak. 
Untuk membuat clipping mask, klik pada "Layer 1" di Layers palette. Lalu klik Layer menu di bagian atas layar kemudian pilih Create Clipping Mask. Bisa juga menggunakan keyboard shortcut Alt+Ctrl+G (Windows) / Option+Command+G (Mac). Selanjutnya, Photoshop "memotong" foto pada "Layer 1", dan hanya area dari selection yang telah dibuat yang akan terlihat sedangkan tidak akan tampak:



Langkah 8: Tambahkan Sebuah Layer Kosong di atas "Layer 2"

Tambahkan sebuah layer baru, posisikan antara layer berwarna hitam ("Layer 2") dengan layer yang telah dilakukan selection ("Layer 3"). Caranya dengan mengklik pada "Layer 2" kemudian klik sekali lagi pada ikon New Layeryang terdapat di bagian bawah Layers palette.


Langkah 9: Buat Kembali Selection Berbentuk Bujur Sangkar Sebagai Tepi dari Polaroid

Masih tetap menggunakan Rectangular Marquee Tool, buat kembali selection berbentuk bujur sangkaryang akan menjadi tepi dari Polaroid. Yang harus diingat adalah bahwa foto polaroid memiliki ukuran ekstra di bagian bawahnya sehingga jangan lupa untuk membuat ukuran yang lebih panjang di bagian bawah selection. Lalu isi selection tersebut dengan warna putih. Setelah selesai, tekan Ctrl+D (Windows) /Command+D (Mac) sehingga hasilnya akan seperti ini:

Agar bingkai Polaroidnya terlihat lebih nyata, tambahkan drop shadow. Pastikan layer yang aktif adalah "Layer 4" yang sudah berisi bingkai Polaroid lalu klik "Layer Style" dengan simbol fx yang terdapat di bagian bawah Layers Pallette. Pilih Drop Shadow dari list yang muncul. Atur sedemikian rupa:

Anda dipastikan tidak dapat melihat perubahan yang ada hal ini disebabkan masih adanya layer hitam "Layer 2" yang menutupi efek tersebut namun nanti setelah kita selesai mengerjakan seluruh bingkai Polaroid.
Agar terlihat lebih artistik, kita dapat merotasi bingkai Polaroid yaitu "Layer 4" yang masih aktif dan "Layer 3". Caranya dengan menekan Shift pada keyboard kemudian klik "Layer 3" yang mana kedua layer tersebut akan tampak menjadi highlight biru. Setelah itu tekan Ctrl+T (Windows) / Command+T (Mac). Putar bingkai Polaroid menggunakan mouse hingga Anda mendapati arah yang Anda inginkan. Selain memutarnya, Andapun dapat memindahkan kedua layer tersebut ke area lain yang Anda inginkan. Mengapa bisa demikian? Karena yang kita gerakkan adalah bingkai Polaroidnya saja, bukan gambar aslinya.

Langkah 10: Gabung Ketiga Layer yang Membentuk Bingkai Polaroid Menjadi Satu Grup

Gabung ketiga layer yaitu "Layer 1, Layer 3 dan Layer 4" menjadi sebuah grup caranya dengan mengklik "Layer 1" lalu tekan dan tahan Ctrl (Windows) / Command (Mac) kemudian klik "Layer 3" masih dengan menahan Ctrl (Windows) / Command (Mac) kemudian klik "Layer 4" sehingga ketiga layer tersebut menjadi highlight biru:

Gunakan keyboard shortcut Ctrl+G (Windows) / Command+G (Mac) untuk membuat ketiga layer tersebut menjadi sebuah grup. Anda akan melihat bahwa ketiga layer tersebut menjadi hilang dari Layers palette berubah menjadi sebuah layer bernama "Group 1":

Langkah 11: Duplikasi Layer Grup

Untuk membuat bingkai polaroid kedua kita perlu menduplikasi Layer Grup. Klik Group 1 lalu tahan dan arahkan ke ikon New Layer yang terdapat di bagian bawah Layers palette:

Saat Anda melepas tombol mouse maka akan terbentuk duplikasi dari Layer grup:

Langkah 12: Gerakkan dan/atau Putar Bingkai Polaroid Kedua Menggunakan Free Transform

Buka duplikasi Layer Group yaitu Group 1 copy yang baru terbentuk dengan mengklik segitiga kecil yang terletak di sebelah kiri ikon folder. Pilih hanya dua layer dari bawah yang membentuk bingkai luar dan bingkai dalam Polaroid, klik salah satu lalu tekan dan tahan Shift kemudian klik layer lainnya seperti dalam gambar:

Dengan kedua layer yang membentuk bingkai dalam dan bingkai luar Polaroid, gerakkan/arahkan/putar ke arah lain yang Anda sukai.

Selanjutnya Anda hanya mengulangi Langkah 11 dan Langkah 12 sampai bingkai Polaroid dirasa cukup.
INGAT: ketika Anda merotasi atau menggerakkan bingkai Polaroid yang terdapat di dalam Group, pilih hanya dua layer yang membentuk bingkai luar dan bingkai dalam Polaroid.
Ini adalah hasil akhir dari karya yang saya buat:


Selamat Mencoba.....



Thursday, March 24, 2011

A Logical Solution

Now here is a problem that finally has a formula for getting to the bottom of an age old problem. 
From a strictly mathematical viewpoint it goes like this: 

What Makes 100%? What does it mean to give MORE than 100%? Ever wonder about those people who say they are giving more than 100%? We have all been to those meetings where someone wants you to give over 100%. How about achieving 103%? What makes up 100% in life? 

Here's a little mathematical formula that might help you answer these questions: 

If: 
A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z is represented as: 
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26. 




Then: 

H-A-R-D-W-O-R-K 
8+1+18+4+23+15+18+11 = 98% 


and 


K-N-O-W-L-E-D-G-E 
11+14+15+23+12+5+4+7+5 = 96% 

But, 

A-T-T-I-T-U-D-E 
1+20+20+9+20+21+4+5 = 100% 

And, 

B-U-L-L-S-H-I-T 
2+21+12+12+19+8+9+20 = 103% 

AND, look how far ass kissing will take you. 

A-S-S-K-I-S-S-I-N-G 
1+19+19+11+9+19+19+9+14+7 = 118% 

So, one can conclude with mathematical certainty that While Hard work and Knowledge will get you close, and Attitude will get you there, it's the Bullshit and Ass Kissing that will put you over the top.

Tuesday, January 4, 2011

Hukuman Bagi Orang Yang Memutuskan Tali Silaturahmi

  • Menurut Rasulullah SAW, Allah SWT akan melapangkan rezeki orang yang suka menyambung tali silaturahim. Allah juga akan memanjangkan umur kepadanya .
  • Imam Ali as. meriwayatkan dalam sebuah hadist, “Barangsiapa yang mengambil tanggung jawab atas suatu perkara, aku akan menjamin baginya empat perkara. Barangsiapa bersilaturahim, umurnya akan dipanjangkan, kawan-kawannya akan cinta kepadanya, rezekinya akan dipalangkan, dan ia aman masuk ke dalam surga. (Kanzul ‘Ummal). ''Juga Muhammad Baqir as. pernah mendapat wasiat dari ayahnya (Imam Zainul Abidin, as). Ia (kata Baqir) telah berwasiat kepadaku, “Janganlah duduk bersama lima jenis manusia. Jangan berbicara kepada mereka, bahkan jangan berjalan bersama mereka, meskipun tidak disengaja.
  •  >Pertama, Orang Fasik. Karena ia akan menjualmu hanya untuk sesuap makanan. >Kedua, Orang Bakhil. Karena ia akan memutuskan hubungan di saat kita kita memerlukan.>Ketiga, Pembohong. Karena ia akan menipumu. Karena ia akan senantiasa menipumu.>Keempat, Orang Bodoh. Karena ia berkeinginan memberikan manfaat bagimu, namun karena kebodohannya, ia jutru merugikanmu.>Kelima, Orang yang memutuskan tali silaturahim. Karenanya, janganlah berdekatan dengannya”.
  • Memutus tali silaturahim adalah sesuatu yang dilarang oleh agama Islam. Dalam Q.S an-Nisa’: 1, Allah berfirman, “Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-namaNya, kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan silaturahim.”
  • Dalam kitab Ahkam al-Qur’an-nya, Ibnu al-Arabi menafsirkan ayat ini dengan: "Takutlah kepada Allah untuk berdosa kepada-Nya dan takutlah untuk memutus tali silaturahim".
  •  Dari Abdullah bin Abi Aufa r.a. berkata, ketika sore hari pada hari Arafah, pada waktu kami duduk mengelilingi Rasulullah saw, tiba-tiba beliau bersabda, “Jika di majelis ini ada orang yang memutuskan silaturahim, silahkan berdiri, jangan duduk bersama kami.”
  • Dan ketika itu, diantara yang hadir hanya ada satu yang berdiri, dan itupun duduk di kejauhan. Dan dalam waktu yang tidak lama, ia kemudian duduk kembali. Rasulullah bertanya kepadanya,”Karena diantara yang hadir hanya kamu yang berdiri, dan kemudian kamu datang dan duduk kembali, apa sesungguhnya yang terjadi? Ia kemudian berkata, “Begitu mendengar sabda Engkau, saya segera menemui bibi saya yang telah memutuskan silaturahim dengan saya. Karena kedatangan saya tersebut, ia berkata, “Untuk apa kamu datang, tidak seperti biasanya kamu datang kemari.” Lalu saya menyampaikan apa yang telah Engkau sabdakan. Kemudian ia memintakan ampunan untuk saya, dan saya meminta ampunan untuknya (setelah kami berdamai, lalu saya datang lagi ke sini).Lalu...Rasulullah bersabda, “Kamu telah melakukan perbuatan yang baik, duduklah, rahmat Allah tidak akan turun ke atas suatu kaum jika di dalamnya ada orang yang memutuskan silaturahim.” Rasulullah pernah bersabda,”Tidak ada satu kebaikanpun yang pahalanya lebih cepat diperoleh daripada silaturahim, dan tidak aka satu dosapun yang adzabnya lebih cepat diperoleh di dunia, disamping akan diperoleh di akherat, melebihi kezaliman dan memutuskan tali silaturahim.”
  • Dalam sebuah riwayat lain, dari Anas r.a, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dilamakan bekas telapak kakinya (dipanjangkan umurnya), hendaknya ia menyambung tali silaturahim.
  •  Rasulullah ditanya oleh seorang sahabat, "Wahai Rasulullah kabarkanlah kepadaku amal yang dapat memasukkan akan ke surga". Rasulullah menjawab; "Engkau menyembah Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan segala sesuatu, engkau dirikan shalat, tunaikan zakat dan engkau menyambung silaturahim". (HR. Bukhari).Dan yang terakhir, Rasulullah pernah berkata pada sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq r.a bahwa tiga perkara berikut ini benar adanya.
Pertama, barangsiapa yang dizalimi kemudian ia memaafkan, maka kemuliannya akan bertambah.

Kedua, barang siapa yang meminta-minta untuk meningkatkan hartanya, maka hartanya akan berkurang.

  • Ketiga, barangsiapa yang membuka pintu pemberian dan silaturahim, maka hartanya kan bertambah.Al-Qurthubi mengatakan, "Seluruh agama sepakat bahwa menyambung silaturahim wajib dan memutuskannya diharamkan".

  • Ibnu Abidin al-Hanafi mengatakan;"Menyambung silaturahim wajib meskipun hanya dengan mengucapkan salam, memberi hadiah, memberi pertolongan, duduk bareng, ngobrol, bersikap ramah dan berbuat baik.

  • Kalau seseorang yang hendak disilaturahim berada di lain tempat cukup dengan berkirim surat, namun lebih afdol kalau ia bisa berkunjung ke tempat tinggalnya". Orang yang menyambung silaturahim akan mendapat balasan di dunia berupa:

1. Mendapatkan ridho Allah SWT.

2. Membuat orang yang dikunjungi berbahagia. Hal ini amat sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, “Amal
yang paling utama adalah membuat seseorang berbahagia.”

3. Menyenangkan malaikat, karena malaikat juga sangat senang bersilaturahmi.

4. Disenangi oleh manusia.

5. Membuat iblis dan setan marah.

6. Memanjangkan usia.

7. Menambah banyak dan berkah rejekinya.

8. Membuat senang orang yang telah wafat. Sebenarnya mereka itu tahu keadaan kita yang masih hidup, namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka merasa bahagia jika keluarga yang ditinggalkannya tetap menjalin hubungan baik.

9. Memupuk rasa cinta kasih terhadap sesama, meningkatkan rasa kebersamaan dan rasa kekeluargaan, mempererat dan memperkuat tali persaudaraan dan persahabatan.

10. Menambah pahala setelah kematiannya, karena kebaikannya (dalam hal ini, suka bersilaturahim) akan selalu dikenang sehingga membuat orang lain selalu mendoakannya.



Dengan silaturahim yang teratur & terprogram dengan baik adalah bagian kunci suksesnya ukhuwah kita ini

Monday, December 20, 2010

Stories of the Sahabah (Companions of The Prophet SAW) - Abdullah Ibn Abbas

Abdullah Ibn Abbas
Abdullah was the son of Abbas, an uncle of the noble Prophet. He was born just three years before the Hijrah (هجرة) - is the emigration of Muhammad SAW and his followers to the city of Medina in 622 CE (Current Era= AD), marking the first year of the Islamic calendar, 1 AH (anno Hegirae). When the Prophet died, Abdullah was thus only thirteen years old. When he was born, his mother took him to the blessed Prophet who put some of his saliva on the babe's tongue even before he began to suckle. This was the beginning of the close and intimate tie between Abbas and the Prophet that was to be part of a life-long love and devotion.

When Abdullah reached the age of discretion, he attached himself to the service of the Prophet. He would run to fetch water for him when he wanted to make wudu - the Islamic act of washing parts of the body using water. Muslims are required to be clean in preparation for prayers -. During Salat - the practice of formal prayer in Islam that having prescribed conditions, a prescribed procedure, and prescribed times - he would stand behind the Prophet in prayer and when the Prophet went on journeys or expeditions, he would follow next in line to him. Abdullah thus became like the shadow of the Prophet, constantly in his company. In all these situations he was attentive and alert to whatever the Prophet did and said. His heart was enthusiastic and his young mind was pure and uncluttered, committing the Prophet's words to memory with the capacity and accuracy of a recording instrument. In this way and through his constant researches later, as we shall see, Abdullah became one of the most learned companions of the Prophet, preserving on behalf of later generations of Muslims, the priceless words of the Messenger of God. It is said that he committed to memory about one thousand, six hundred and sixty sayings of the Prophet which are recorded and authenticated in the collections of al-Bukhari and Muslim. The Prophet would often draw Abdullah as a child close to him, pat him on the shoulder and pray: "O Lord, make him acquire a deep understanding of the religion of Islam and instruct him in the meaning and interpretation of things."

There were many occasions thereafter when the blessed Prophet would repeat this dua or prayer for his cousin and before long Abdullah ibn Abbas realized that his life was to be devoted to the pursuit of learning and knowledge. The Prophet moreover prayed that he be granted not just knowledge and understanding but wisdom. Abdullah related the following incident about himself: "Once the Prophet, peace be upon him, was on the point of performing wudu. I hurried to get water ready for him. He was pleased with what I was doing. As he was about to begin Salat, he indicated that I should stand at his side. However, I stood behind him. When the Salat was finished, he turned to me and said: 'What prevented you from being at my side, O Abdullah?' 'You are too illustrious and too great in my eyes for me to stand side by side with you,' I replied. Raising his hands to the heavens, the Prophet then prayed: 'O Lord, grant him wisdom.' The Prophet's prayer undoubtedly was granted for the young Abdullah was to prove time and again that he possessed a wisdom beyond his years. But it was a wisdom that came only with devotion and the dogged pursuit of knowledge both during the Prophet's lifetime and after his death.

During the lifetime of the Prophet, Abdullah would not miss any of his assemblies and he would commit to memory whatever he said. After the Prophet passed away, he would take care to go to as many companions as possible especially those who knew the Prophet longer and learn from them what the Prophet had taught them. Whenever he heard that someone knew a hadith of the Prophet which he did not know he would go quickly to him and record it. He would subject whatever he heard to close scrutiny and check it against other reports. He would go to as many as thirty companions to verify a single matter.

Abdullah described what he once did on hearing that a companion of the Prophet knew a hadith unknown to him: "I went to him during the time of the afternoon siesta and spread my cloak in front of his door. The wind blew dust on me (as I sat waiting for him). If I wished I could have sought his permission to enter and he would certainly have given me permission. But I preferred to wait on him so that he could be completely refreshed. Coming out of his house and seeing me in that condition he said: 'O cousin of the Prophet! What's the matter with you? If you had sent for me I would have come to you.' 'I am the one who should come to you, for knowledge is sought, it does not just come,' I said. I asked him about the hadith and learnt from him." In this way, the dedicated Abdullah would ask, and ask, and go on asking. And he would sift and scrutinize the information he had collected with his keen and meticulous mind. It was not only in the collection of hadith that Abdullah specialized. He devoted himself to acquiring knowledge in a wide variety of fields. He had a special admiration for persons like Zayd ibn Thabit, the recorder of the revelation, the leading judge and jurist consult in Madinah, an expert in the laws of inheritance and in reading the Quran. When Zayd intended to go on a trip, the young Abdullah would stand humbly at his side and taking hold of the reins of his mount would adopt the attitude of a humble servant in the presence of his master. Zayd would say to him: "Don't, O cousin of the Prophet." "Thus we were commanded to treat the learned ones among us," Abdullah would say. "And Zayd would say to him in turn: "Let me see your hand." Abdullah would stretch out his hand. Zayd, taking it, would kiss it and say: "Thus we were commanded to treat the ahl al-bayt members of the household of the Prophet."

As Abdullah's knowledge grew, he grew in stature. Masruq ibn al Ajda said of him: "Whenever I saw Ibn Abbas, I would say: He is the most handsome of men. When he spoke, I would say: He is the most eloquent of men. And when he held a conversation, I would say: He is the most knowledgeable of men." The Khalifah Umar ibn al-Khattab often sought his advice on important matters of state and described him as "the young man of maturity". Sad ibn abi Waqqas described him with these words: "I have never seen someone who was quicker in understanding, who had more knowledge and greater wisdom than Ibn Abbas. I have seen Umar summon him to discuss difficult problems in the presence of veterans of Badr from among the Muhajirin and Ansar. Ibn Abbas would speak and Umar would not disregard what he had to say." It is these qualities which resulted in Abdullah ibn Abbas being known as "the learned man of this Ummah".

Abdullah ibn Abbas was not content to accumulate knowledge. He felt he had a duty to the ummah to educate those in search of knowledge and the general masses of the Muslim community. He turned to teaching and his house became a university - yes, a university in the full sense of the word, a university with specialized teaching but with the difference that there was only one teacher Abdullah ibn Abbas. There was an enthusiastic response to Abdullah's classes. One of his companions described a typical scene in front of his house: "I saw people converging on the roads leading to his house until there was hardly any room in front of his house. I went in and told him about the crowds of people at his door and he said: 'Get me water for wudu.' He performed wudu and seating himself, said: 'Go out and say to them: Whoever wants to ask about the Quran and its letters (pronunciation) let him enter.' This I did and people entered until the house was filled. Whatever he was asked, Abdullah was able to elucidate and even provide additional information to what was asked. Then (to his students) he said: 'Make way for your brothers.' Then to me he said: 'Go out and say: Who wants to ask about the Quran and its interpretation, let him enter'. Again the house was filled and Abdullah elucidated and provided more information than what was requested." And so it continued with groups of people coming in to discuss fiqh (jurisprudence), halal and haram (the lawful and the prohibited in Islam), inheritance laws, Arabic language, poetry and etymology. To avoid congestion with many groups of people coming to discuss various subjects on a single day, Abdullah decided to devote one day exclusively for a particular discipline. On one day, only the exegesis of the Quran would be taught while on another day only fiqh (jurisprudence). The maghazi or campaigns of the Prophet, poetry, Arab history before Islam were each allocated a special day. Abdullah ibn Abbas brought to his teaching a powerful memory and a formidable intellect. His explanations were precise, clear and logical. His arguments were persuasive and supported by pertinent textual evidence and historical facts.

One occasion when his formidable powers of persuasion were used was during the caliphate of Ali. A large number of supporters of Ali in his stand against Muawiyah had just deserted him. Abdullah ibn Abbas went to Ali and requested permission to speak to them. Ali hesitated fearing that Abdullah would be in danger at their hands but eventually gave way on Abdullah's optimism that nothing untoward would happen. Abdullah went over to the group. They were absorbed in worship. Some were not willing to let him speak but others were prepared to give him a hearing. "Tell me" asked Abdullah, "what grievances have you against the cousin of the Prophet, the husband of his daughter and the first of those who believed in him?" "The men proceeded to relate three main complaints against Ali. First, that he appointed men to pass judgment in matters pertaining to the religion of God - meaning that Ali had agreed to accept the arbitration of Abu Musa al-Asbari and Amr ibn al-As in the dispute with Muawiyah. Secondly, that he fought and did not take booty nor prisoners of war. Thirdly, that he did not insist on the title of Amir al-Muminin during the arbitration process although the Muslims had pledged allegiance to him and he was their legitimate amir. To them this was obviously a sign of weakness and a sign that Ali was prepared to bring his legitimate position as Amir al-Muminin into disrepute. In reply, Abdullah asked them that should he cite verses from the Quran and sayings of the Prophet to which they had no objection and which related to their criticisms, would they be prepared to change their position. They replied that they would and Abdullah proceeded: "Regarding your statement that Ali has appointed men to pass judgment in matters pertaining to Allah's religion, Allah Glorified and Exalted is He, says: 'O you who believe! Kill not game while in the sacred precincts or in pilgrim garb. If any of you do so intentionally, the compensation is an offering, of a domestic animal equivalent to the one he killed and adjudged by two just men among you.' "I adjure you, by God! Is the adjudication by men in matters pertaining to the preservation of their blood and their lives and making peace between them more deserving of attention than adjudication over a rabbit whose value is only a quarter of a dirham?" Their reply was of course that arbitration was more important in the case of preserving Muslim lives and making peace among them than over the killing of game in the sacred precincts for which Allah sanctioned arbitration by men. "Have we then finished with this point?" asked Abdullah and their reply was: "Allahumma, naam - O Lord, yes!" Abdullah went on: "As for your statement that Ali fought and did not take prisoners of war as the Prophet did, do you really desire to take your "mother" Aishah as a captive and treat her as fair game in the way that captives are treated? If your answer is "Yes", then you have fallen into kufr (disbelief). And if you say that she is not your "mother", you would also have fallen into a state of kufr for Allah, Glorified and Exalted is He, has said: 'The Prophet is closer to the believers than their own selves and his wives are their mothers (entitled to respect and consideration).' (The Quran, Surah al-Ahzab, 34:6). "Choose for yourself what you want," said Abdullah and then he asked: "Have we then finished with this point?" and this time too their reply was: "Allahumma, naam - O Lord, yes!" Abdullah went on: "As for your statement that Ali has surrendered the title of Amir al-Muminin, (remember) that the Prophet himself, peace and blessings of God be on him, at the time of Hudaybiyyah, demanded that the mushrikin write in the truce which he concluded with them: 'This is what the Messenger of God has agreed...' and they retorted: 'If we believed that you were the Messenger of God we would not have blocked your way to the Kabah nor would we have fought you. Write instead: 'Muhammad the son of Abdullah.' The Prophet conceded their demand while saying: 'By God, I am the Messenger of God even if they reject me." At this point Abdullah ibn Abbas asked the dissidents: "Have we then finished with this point? and their reply was once again: "Allahumma, naam - O Lord, yes!" One of the fruits of this verbal challenge in which Abdullah displayed his intimate knowledge of the Quran and the sirah of the Prophet as well as his remarkable powers of argument and persuasion, was that the majority, about twenty thousand men, returned to the ranks of Ali. About four thousand however remained obdurate. These latter came to be known as Kharijites. On this and other occasions, the courageous Abdullah showed that he preferred peace above war, and logic against force and violence.

However, he was not only known for his courage, his perceptive thought and his vast knowledge. He was also known for his great generosity and hospitality. Some of his contemporaries said of his household: "We have not seen a house which has more food or drink or fruit or knowledge than the house of Ibn Abbas." He had a genuine and abiding concern for people. He was thoughtful and caring. He once said: "When I realize the importance of a verse of God's Book, I would wish that all people should know what I know. "When I hear of a Muslim ruler who deals equitably and rules justly, I am happy on his account and I pray for him... "When I hear of rains which fail on the land of Muslims, that fills me with happiness..." Abdullah ibn Abbas was constant in his devotions. He kept voluntary fasts regularly and often stayed up at night in Prayer. He would weep while praying and reading the Quran. And when reciting verses dealing with death, resurrection and the life hereafter his voice would be heavy from deep sobbing. He passed away at the age of seventy one in the mountainous city of Taif.